MULAILAH SEMUA KEGIATAN DENGAN BASMALLAH

Jumat, 16 Desember 2011

Sadikit Koreksi tentang Rok Mini

  Catatan Singkat Menghadiri Walimah Perkawinan

     Ke sana kemari mencari alamat
    Namun yang kutemui bukan dirinya
    Sayang yang kuterima alamat palsu


Lagu berjudul Alamat Palsu yang dinyanyikan Ayu Ting Ting ini berkumandang di sebuah acara perkawinan yang saya hadiri.

Lirik lagu ini mencitraan perempuan sebagai sosok lembut, setia dan siap berkorban. Dalam konteks kehidupan sikap demikian akan berjalan paralel dengan sikap kepasrahan wanita terhadap alur kehidupanya.

Memperkuat lirik Alamat Palsu yang mendudukkan perempuan sebagai subordinat di hadapan laki-laki. Lihatlah tayangan-tayangan sinetron di televisi dalam penokahannya akan mudah kita temui karakter perempuan sentimental, cengeng dan sekali lagi menjadi objek penderita.


Maka, tidak salah kalau Ayu Ting Ting harus ke sana kemari mencari alamat. Demi siapa? Demi dirinya! Untuk apa? Untuk cintanya!. Sebab apa? Sebab Ayu Ting Ting adalah wanita yang selalu nomor dua dalam urusan cinta.  Lalu ternyata apa?  Yang ditemui hanya alamat palsu pula,  Oleh karena itu, atas nama laki-laki dan atas nama kesuperioritasan, maka maafkanlah hal itu.

Fenomena kedua adalah busana yang dikenakan sang penyanyi di pesta perkawainan tadi. Busana yang mereka pakai adalah busana yang menonjolkan sensualitas tubuh.

Rok mini ketat jelas akan memperlihatkan bagian paha. Ditambah potongan baju dengan leher rendah tentulah dengan niatan menampakkan bagian dada. Semakin lengkap dengan bagian belakang pakaian yang bolong,  mau tidak mau akan memperlihatkan tali penutup dada yang dipakai

Busana rok mini ketat yang dipakai sang biduanita, setidaknya membuat kita berpikir bahwa telah terjadi pergeseran hakikat fungsi busana. Busana yang dulunya berfungsi melindungi tubuh dari ganasnya alam berubah fungsi mempertontonkan bagian-bagian tubuh tertentu kepada pandangan laki laki.

Bila kasus busana mini sang penyanyi dikaitkan dengan pernyataan Dr HB Yassin, “Yang tergolong pornografi adalah setiap tulisan atau gambar yang ditulis atau digambar dengan maksud sengaja merangsang seksual”. Pornografi membikin fantasi pembaca menjadi bersayap dan ngelayap.

Beranalogikan definisi di atas berarti biduanita yang memakai rok mini sudah terkategori melakukan tindak pornoaksi karena bentuknya bukan gambar atau tulisan.

Selanjutnya timbul pertanyaan, “Apakah korelasi bernyanyi dengan pakaian mini yang dikenakan si biduanita tadi?

Jika konsepnya sekadar  menghibur hadirin walimatul arsy cukuplah kiranya dengan memperdendangkan lagu merdu dan memainkan musik dengan syahdu. Bukankah tidak semua penyanyi dangdut harus berpenampilan seronok? Bukankah Siti Nurhaliza adalah contoh penyanyi melayu?   

Jadi, jika ada perempuan yang memakai rok mini, meski bukan penyanyi dan meskipun risih dan malu, tetap nekad memakai berarti dia buta terhadap esensi rok mini yang mempertontonkan itu. Kalau ada juga bisa kita sebut sebagai “wanita korban mode” belaka.

Bisa saja maraknya busana yang mempertontonkan sensualitas tubuh  si penyanyi tadi  adalah demi menyikapi persaingan yang begitu ketat sebagai sesama penyanyi penghibur walimah perkawinan atau sejenisnya. Kalau cuma jual suara dan tampang barangkali dari segi komersil kurang potensial.

Dan menurut penalaran terdekat, alibi seperti inilah yang paling pas. Sisi sensualitas perempuan adalah komoditas yang paling laku.

Mencoba berpikir luas, rok mini atau busana yang menonjolkan sisi sensualitas tubuh pastilah tidak sejalan dengan kearifan budaya bangsa terlebih agama. Tentu saja sebagai bangsa yang beragama dan menjunjung nilai kesopanan, busana mini yang dipakai  dikawatirkan akan menimbulkan banyak tindak kriminal yang sudah tentu terkait dengan seks.

Penelitian yang dilakukan National Law Center for Children dan Families  menunjukkan bukti hubungan antara bisnis seks dengan kejahatan.

Di lingkungan Phoenix, lokasi bisnis seks, angka kejahatan seksual 506 persen lebih tinggi dibandingkan dengan area yang tidak terdapat bisnis seks.

Sekadar doa, duhai saudariku, paha dan dada yang kau pamerkan adalah aurat yang harus ditutupi. Aurat perempuan adalah seeluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan sebagaimana dalam Alquran.

Demikianlah saudariku, agama kita telah mengatur bahwa jika seorang wanita keluar rumah maka ia diperintahkan untuk memakai jilbab (pakaian luar yang dipakai di atas pakaian sehari hari/mihnah, menutupi seluruh tubuh hingga ujung kaki.

Begitulah sepanjang perjalan pulang dari Banjarmasin ke Martapura (sengaja mengambil Jalan Veteran terus ke Jalan Martapura Lama) terhitung lebih dari delapan pesta perkawinan yang menampilkan hiburan dengan biduanita yang berpakaian serba minim.

Mencoba berpikir realistis dan pragmatis, sesaat mulai memasuki Kota Martapura,” Toh mereka bukan siapa-siapa saya”! “Toh mereka mengumbar aurat bukan di daerah Martapura  yang dikenal sebagai Serambi Makkah”. “Toh  Martapura adalah lingkup Kesultanan Banjar. Bukankah dalam Kesultanan Banjar nilai religi pasti diutamakan! Bagaimana caranya? Setidaknya ada payung hukum yang akan dirancang guna melindungi Daerah Kesultanan ini dari serangan fenomena rok mini. Semoga?

SUMBER : Banjarmasinpost

Tidak ada komentar: